Apa Itu Pengomposan? Ini Manfaat, Bahan dan Cara Membuatnya!

Oleh Tim Indonesia Asri

Pengomposan adalah salah satu metode pengolahan sampah organik yang bisa dilakukan di rumah dengan mudah. Metode ini juga mengurangi jumlah sampah yang menumpuk di tempat pembuangan akhir. 

Lantas, apa itu pengomposan dan bagaimana cara membuatnya? Artikel ini mengupas tuntas pengomposan sampah organik. Jadi, simak informasi selengkapnya berikut ini. 

Apa Itu Pengomposan?

Pengomposan adalah proses mendaur ulang sampah organik alami agar dapat menjadi pupuk yang menutrisi tanah dan tanaman. Proses ini menyediakan lingkungan yang ideal untuk organisme pengurai melakukan tugas penguraian sampah dan kemudian menghasilkan kompos. 

Pengomposan dilakukan dengan aerobik terkontrol, atau membutuhkan oksigen, serta dibantu oleh cacing, bakteri, jamur, dan organisme lainnya. Proses pengomposan penting untuk dilakukan agar sampah organik dapat diolah dengan baik dan tidak mencemari lingkungan. 

Lebih lanjut, menurut Ditjen PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia, jumlah sampah organik sisa makanan yang belum diolah di Indonesia adalah sebesar 300 ribuan dan sampah organik mudah terurai adalah 100 ribuan. 

Dengan melakukan pengomposan, kamu dapat turut membantu pemerintah mengelola sampah organik yang ada di sekitarmu. Kamu bisa melakukan pengomposan di fasilitas pengomposan kota atau bahkan di rumah.

Sampah untuk Kompos 

Sampah untuk Kompos 

Ternyata, semua yang berasal dari alam dapat menjadi bahan pengomposan. Namun, jika kamu melakukan pengomposan di rumah, kamu perlu menghindari produk-produk yang dapat mengundang serangga kecil, hewan lain, serta menyebabkan penyakit pada produk akhirnya. 

Adapun sampah-sampah yang bisa kamu jadikan kompos adalah sebagai berikut:

  • Kardus yang sudah dilepas pelapis plastiknya dan dipotong kecil.
  • Ampas kopi.
  • Rumput dan potongannya.
  • Potongan kayu.
  • Cangkang telur.
  • Kertas teh celup.
  • Serbuk kayu.
  • Abu perapian dari kayu alami.
  • Kertas yang sudah dilepas pelapis plastiknya dan dipotong kecil.
  • Sayuran dan buah-buahan.
  • Kulit kacang.
  • Koran yang sudah dicacah.
  • Rambut dan bulu.
  • Dedaunan.
  • Jerami.
  • Tanaman hias.

Lebih lanjut, berikut adalah beberapa sampah yang tidak seharusnya dijadikan kompos karena dapat menimbulkan dampak negatif, di antaranya:

  • Potongan rumput yang disemprot pestisida kimia karena dapat membunuh organisme pengurai. 
  • Arang dan abunya karena dapat mengandung zat yang membahayakan tanaman.
  • Kotoran hewan karena dapat mengandung patogen, virus, bakteri, dan parasit yang berbahaya bagi manusia. 
  • Telur dan produk susu karena dapat menarik lalat dan hewan pengerat serta dapat menimbulkan bau tidak sedap. 
  • Sampah daging atau ikan karena menimbulkan bau tidak sedap, mungkin mengandung patogen, dan dapat mengundang serangga.
  • Tanaman yang mati karena penyakit atau serangga karena dapat menyebarkan penyakit ke tanaman lain. 
  • Minyak dan lemak karena dapat menimbulkan bau tidak sedap dan menarik serangga.

Baca juga: 5 Cara Menanam Hidroponik di Rumah, Sederhana & Mudah!

Manfaat Pengomposan

Pengomposan memberikan sejumlah manfaat untuk lingkungan, di antaranya:

1. Mengurangi Limbah Organik

Dengan mengompos sampah organik, kamu turut mengurangi limbahnya dan mencegah pencemaran lingkungan. Pengomposan juga termasuk proses pengolahan limbah yang hemat biaya sehingga kamu bisa melakukannya kapan saja. 

2. Mengurangi Emisi Metana di TPA

Ketika sampah organik ditimbun di tempat pembuangan akhir (TPA), sampah tidak akan mendapatkan pasokan oksigen yang cukup sehingga sulit terurai. Alhasil, sampah akan diuraikan tanpa oksigen (anaerobik) dan menghasilkan biogas yang mengandung metana dan karbon dioksida. 

Apabila kamu mengompos sampah organik secara aerobik, atau dengan pasokan oksigen yang cukup, sampah akan terurai dengan baik dan memberikan manfaat bagi tanah dan tanaman. 

3. Meningkatkan Kesehatan Tanah

Kompos telah menjadi salah satu sumber nutrisi penting bagi tanah dan tanaman. Kompos dapat meningkatkan kesuburan tanah sehingga kamu bisa beralih dari pupuk kimia jika dibutuhkan. Beberapa nutrisi yang terkandung pada kompos adalah fosfor, nitrogen, dan kalium. 

4. Menjaga Kebutuhan Air

Tahukah kamu? Sebuah penelitian pada Soil and Water Conservation Society menunjukkan bahwa menambahkan pupuk organik pada tanah dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam menahan air. 

Alhasil, petani tidak perlu menggunakan lebih banyak air untuk tanaman-tanamannya dan masih bisa menghasilkan hasil panen yang lebih baik dibandingkan bertani pada tanah yang kurang layak tanam.

5. Memitigasi Dampak Perubahan Iklim

Kompos dapat membantu tanah menyerap dan menahan air sehingga dapat mengurangi dampak kekeringan akibat perubahan iklim. Selain itu, tanah yang dapat menahan air dengan baik dapat mencegah limpahan polutan saat banjir. Lalu, kompos juga dapat menyerap karbon pada tanah sehingga dapat mengurangi emisi karbon. 

Jenis Pengomposan

Jika kamu mulai tertarik dengan pengomposan, kamu bisa mulai mencari metode yang tepat. Adapun jenis pengomposan adalah sebagai berikut:

  • Pengomposan tradisional: Menggunakan sampah yang dibiarkan menumpuk dan sesekali diaduk untuk melancarkan sirkulasi oksigen yang membantu pengomposan.
  • Vermicompost: Kompos yang menggunakan cacing merah California yang dapat menguraikan sisa-sisa tanaman. Pupuk ini kaya akan nutrisi. 
  • Pengomposan industri: Metode ini lebih rumit karena membutuhkan sistem ventilasi udara dan kontrol suhu yang kompleks agar bakteri bisa menguraikan kompos tanpa menimbulkan kuman. 

Baca juga: Cara Membuat Sabun dari Minyak Jelantah, Murah & Efektif!

Apa Saja Bahan Pengomposan?

Pengomposan merupakan proses alami penguraian bahan organik dengan bantuan mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan cacing tanah. Untuk menghasilkan kompos yang berkualitas, diperlukan bahan yang tepat dengan keseimbangan antara unsur karbon (C) dan nitrogen (N). Umumnya, bahan pengomposan dibagi menjadi dua kelompok besar yakni bahan hijau yang kaya nitrogen dan bahan cokelat yang kaya karbon, berikut detailnya: 

1. Bahan Hijau (Kaya Nitrogen)

Bahan hijau adalah sumber utama nitrogen yang berfungsi untuk mendukung pertumbuhan mikroorganisme pengurai. Bahan ini biasanya lembap, cepat membusuk, dan memiliki bau khas. Contoh bahan hijau:

  • Sisa sayuran dan buah dari dapur
  • Potongan rumput segar
  • Daun hijau yang baru gugur
  • Ampas kopi dan teh
  • Kotoran hewan ternak (sapi, kambing, ayam, kelinci)

2. Bahan Cokelat (Kaya Karbon)

Bahan cokelat memberikan struktur pada kompos dan menjadi sumber energi bagi mikroorganisme. Teksturnya lebih kering dan keras dibanding bahan hijau, sehingga berfungsi menjaga keseimbangan kelembapan. Adapun contoh dari bahan cokelat di antaranya: 

  • Daun kering
  • Ranting kecil atau serbuk gergaji
  • Jerami atau sekam padi
  • Kardus tanpa tinta, kertas sobekan
  • Kulit kacang atau tongkol jagung kering

3. Bahan Pendukung

Selain bahan hijau dan cokelat, ada juga bahan tambahan yang bisa mempercepat proses pengomposan atau memperkaya kualitas kompos, contohnya:

  • Tanah atau abu kayu (mengandung mineral dan mikroorganisme alami)
  • Air secukupnya untuk menjaga kelembapan
  • Aktivator kompos (misalnya EM4, MOL, atau bioaktivator alami dari rebusan gula dan ragi)

Baca Juga: Cara Mengatasi Pencemaran Tanah: Penyebab, Dampak, dan Pencegahannya

Cara Membuat Kompos di Rumah

Cara Membuat Kompos di Rumah

Cara membuat kompos di rumah sangatlah mudah. Untuk melakukannya, kamu bisa mengikuti langkah-langkahnya berikut ini:

1. Menyiapkan Bak Kompos

Sebelum memulai pengomposan, kamu perlu menyiapkan bak kompos. Kamu bisa membuatnya sendiri atau membelinya. Pastikan bak komposmu memiliki penutup agar kelembapan dan suhunya tetap stabil. 

2. Menuangkan Sampah

Setelah bak kompos siap, kamu bisa membuat lapisan pertama dari komposmu dengan menambahkan sampah kering, seperti ranting, daun, tanah, dan serbuk kayu. 

Lalu, tambahkan sampah organik di atasnya hingga ketebalannya dua kali lipat dari lapisan kering. Setelah itu, tambahkan sampah kering dan ulangi tahapannya. 

3. Mengaduk Sampah dan Menunggu

Kompos yang kamu produksi harus diaduk sesekali agar oksigen tersirkulasi dengan baik ke segala sisi sampah dan mencegah sampah menggumpal. Lalu, kamu bisa menunggu komposmu selama 6–12 bulan sesuai dengan jenis sampah organik yang kamu gunakan dan cuaca rumahmu. 

Agar pengomposan maksimal, kamu disarankan untuk meletakkan bak kompos di tempat yang hangat serta jauh dari hujan, angin, dan matahari. 

Apabila muncul bau tidak sedap pada bak kompos, tandanya kamu mungkin memasukkan sampah yang seharusnya tidak dikompos. Jadi, perhatikan sampah yang kamu masukkan ke bak kompos dan hindari sampah-sampah yang sudah disebutkan di atas. 

Kompos yang berhasil akan bertekstur seperti tanah gembur dengan aroma yang menyegarkan serta berwarna gelap. 

Demikian informasi tentang pengomposan yang bisa kamu pelajari. Pengomposan adalah salah satu upaya pelestarian lingkungan yang dapat kamu lakukan di rumah dengan mudah. 

Jika kamu ingin berkontribusi lebih besar dalam mengatasi pencemaran tanah dan menjaga kelestarian lingkungan, kamu bisa bergabung bersama Indonesia Asri.

Melalui program edukatif dan aksi nyata gerakan peduli lingkungan, Indonesia Asri mengajak masyarakat untuk hidup lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. Kamu bisa terlibat langsung dalam kampanye, pelatihan, hingga aksi bersih-bersih sampah yang berdampak nyata.

Jangan tunda lagi! Segera daftarkan dirimu untuk jadi bagian dari Warga Asri yang punya kontribusi positif terhadap kelestarian lingkungan kini dan nanti!

Baca juga: 8 Contoh Aksi Peduli Lingkungan di Sekolah yang Bisa Kamu Terapkan

FAQ Seputar Pengomposan

1. Apa itu pengomposan?
Pengomposan adalah proses penguraian bahan organik seperti sisa makanan, daun kering, dan kotoran hewan menjadi pupuk alami (kompos) dengan bantuan mikroorganisme. Proses ini bertujuan untuk mengurangi limbah sekaligus menghasilkan pupuk yang ramah lingkungan.

2. Apa saja bahan yang bisa digunakan untuk pengomposan?

Bahan yang bisa digunakan antara lain sisa sayuran dan buah, potongan rumput, daun kering, jerami, kertas tanpa tinta, serbuk gergaji, serta kotoran ternak. Kombinasi bahan hijau (kaya nitrogen) dan bahan cokelat (kaya karbon) diperlukan agar kompos cepat matang.

3. Apa yang tidak boleh dimasukkan ke dalam kompos?

Hindari memasukkan plastik, logam, kaca, minyak, tulang besar, kotoran hewan peliharaan (anjing/kucing), makanan berlemak, dan limbah beracun karena dapat menghambat proses penguraian dan menimbulkan bau tidak sedap.

4. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membuat kompos?

Waktu yang dibutuhkan biasanya 1–3 bulan, tergantung jenis bahan, kelembapan, suhu, dan cara perawatan (misalnya rutin membalik tumpukan kompos).

5. Bagaimana cara menjaga agar kompos tidak berbau busuk?

Pastikan perbandingan bahan hijau dan cokelat seimbang. Jika kompos terlalu basah atau banyak bahan hijau, tambahkan bahan kering seperti daun kering atau serbuk gergaji. Kompos juga sebaiknya diaduk secara rutin agar mendapatkan cukup oksigen.

6. Apa tanda kompos sudah matang dan siap digunakan?

Kompos yang matang biasanya berwarna cokelat kehitaman, berbau tanah segar, teksturnya remah, serta tidak lagi terlihat sisa bahan aslinya.

7. Apa manfaat kompos bagi tanah dan tanaman?

Kompos dapat meningkatkan kesuburan tanah, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan

Telusuri Video Aksi Peduli Lingkungan Lainnya: 

Oleh Tim Indonesia Asri
Indonesia Asri adalah kampanye yang digagas oleh Chandra Asri untuk bersama mewujudkan Indonesia yang lebih asri; Indonesia yang berwawasan lingkungan berkelanjutan untuk kelak dapat menjadi warisan bagi generasi mendatang.
Rekomendasi Terkait
Edukasi
Community Development
Baca Selengkapnya
Edukasi
Sustainable Waste Management
Tim Indonesia Asri
September 11, 2025
Baca Selengkapnya
Indonesia Asri
© 2025 - Indonesia Asri
Kampanye oleh