Table of Contents
Konsep greenwashing mungkin masih awam untuk beberapa orang, namun praktiknya bisa ditemukan di kehidupan sehari-hari. Jika kamu melihat kampanye hijau yang terasa terlalu muluk untuk dipercaya, itulah yang dimaksud dengan greenwashing.
Greenwashing adalah praktik yang sering muncul saat banyak brand berlomba terlihat ramah lingkungan. Laporan dari RepRisk mengatakan 25% dari risiko terkait iklim yang didokumentasikan sejak September 2023 berkaitan dengan praktik greenwashing.
Fenomena greenwashing makin sering ditemui seiring naiknya isu kepedulian lingkungan konsumen di media sosial dan pemberitaan. Sayangnya, tidak semua perusahaan benar-benar melakukan praktik yang diklaim melestarikan lingkungan.
Agar tidak mudah terkecoh, kamu bisa pelajari apa itu greenwashing, beserta dampak, contoh kasus dan cara mengatasinya dalam artikel ini. Simak, yuk!
Apa Itu Greenwashing?
Menurut Forest Stewardship Council (FSC), greenwashing adalah strategi pemasaran yang menyesatkan, di mana sebuah perusahaan mengklaim praktik yang dilakukannya ramah lingkungan. Padahal, fakta operasionalnya tidak sejalan dengan klaim yang disebutkan oleh perusahaan tersebut.
Istilah greenwashing sendiri merupakan gabungan kata green (hijau/ramah lingkungan) dan whitewashing (menutupi kesalahan) sehingga maknanya merujuk pada upaya menutupi dampak lingkungan yang buruk dengan menampilkan citra seolah perusahaan atau produk tersebut ramah lingkungan.
Greenwashing pertama kali diperkenalkan pada tahun 1986 oleh Jay Westerveld, seorang peneliti dan aktivis lingkungan asal Amerika Serikat. Kata ini muncul ketika Westerveld mengamati praktik manipulatif di sebuah resor pantai di Samoa.
Resor tersebut meminta tamu untuk menggunakan ulang handuk dengan alasan ingin melindungi lingkungan. Namun pada saat yang sama, resor itu justru memperluas bangunannya dan melakukan ekspansi yang merusak kawasan alam sekitar.
Ciri-Ciri Greenwashing

Ciri greenwashing sering kali tampak halus dan mudah terlewat jika kamu tidak memperhatikannya dengan cermat. Untuk menilai klaim sebuah produk ramah lingkungan dengan lebih kritis, kamu perlu cermati beberapa ciri-ciri greenwashing ini:
- Klaim hijau yang umum dan tidak spesifik: Menggunakan istilah seperti eco-friendly, natural, atau ramah lingkungan tanpa penjelasan jelas.
- Tidak ada bukti atau sertifikasi resmi: Produk mengklaim ramah lingkungan, tetapi tidak memiliki sertifikasi tepercaya seperti FSC, ISO 14001, atau EcoLabel.
- Visual bernuansa hijau yang menyesatkan: Kemasan memakai warna hijau, gambar daun, atau simbol lingkungan untuk menciptakan kesan “hijau”.
- Fokus pada satu aspek kecil: Perusahaan menonjolkan satu bagian produk yang “hijau”, sedangkan operasional produksinya tetap berpotensi mencemari lingkungan.
- Menggunakan bahasa teknis yang membingungkan: Istilah ilmiah dipakai untuk terlihat meyakinkan konsumen bahwa produknya ramah lingkungan. Padahal, hal tersebut sering tidak relevan atau tidak menjelaskan dampak sebenarnya terhadap lingkungan.
Baca juga: Carbon Footprint: Definisi, Penyebab, dan Cara Menguranginya
Dampak Greenwashing
Dampak greenwashing tidak hanya dirasakan oleh konsumen, tetapi juga memberi efek panjang pada lingkungan. Untuk memahami betapa seriusnya masalah ini, berikut penjelasan mengenai berbagai dampak yang perlu kamu ketahui:
Menghambat Praktik Berkelanjutan yang Sesungguhnya
Ketika perusahaan yang sebenarnya tidak ramah lingkungan terlihat seolah peduli, tekanan untuk melakukan perubahan nyata jadi berkurang. Akibatnya, perusahaan lain pun dapat menjadikannya sebagai alasan untuk enggan berinvestasi pada teknologi bersih, energi terbarukan, atau sumber bahan yang lebih berkelanjutan.
Memperlambat Upaya Penanganan Krisis Iklim
Greenwashing menciptakan kesan palsu bahwa kita sedang bergerak ke arah yang lebih hijau. Padahal, tidak ada tindakan nyata yang dilakukan. Hal ini memperlambat upaya penting seperti penurunan emisi gas rumah kaca, sesuatu yang sangat mendesak dalam menghadapi krisis iklim.
Meningkatkan Jumlah Limbah
Klaim keberlanjutan yang samar pada kemasan atau produk dapat membuat konsumen merasa aman membeli lebih banyak. Pola ini memicu peningkatan produksi, penggunaan sumber daya, dan akhirnya volume sampah, yang memperburuk masalah lingkungan.
Baca juga: Mengenal SPPL: Pengertian, Fungsi, dan Cara Membuatnya
Contoh Greenwashing
Contoh kasus greenwashing bisa ditemukan di berbagai industri, termasuk otomotif dan fast fashion brand ternama.
Satu brand otomotif ternama dari Jerman pernah mempromosikan mobil diesel mereka sebagai kendaraan rendah emisi dibanding kompetitornya.
Namun, pada tahun 2015, investigasi EPA (Environmental Protection Agency) mengungkap bahwa brand tersebut sengaja memasang defeat device (perangkat manipulatif) pada software mobil diesel mereka.
Perangkat tersebut membuat mobil tampak rendah emisi saat diuji, tetapi saat digunakan normal, mobil justru memproduksi emisi nitrogen oksida hingga 40 kali lebih tinggi dari batas aman yang telah ditentukan. Akibatnya, brand tersebut harus membayar denda miliaran dolar.
Sementara itu, salah satu fast fashion brand kenamaan mendapat sorotan karena program garment-collecting box yang dipromosikannya sebagai upaya besar dalam mengurangi limbah pakaian.
Faktanya, hanya sebagian limbah tekstil yang benar-benar didaur ulang, sedangkan produksi pakaian baru tetap berlangsung masif. Hal ini membuat banyak pihak menilai program tersebut lebih sebagai upaya pencitraan ketimbang solusi nyata terhadap masalah lingkungan.
Kasus Greenwashing di Indonesia
Ada banyak contoh kasus greenwashing di Indonesia yang bisa kita temukan di kehidupan sehari-hari. Salah satu contohnya adalah produk pembersih atau sabun yang mencantumkan label organik, alami, atau eco-clean. Padahal kandungannya masih mengandung bahan kimia sintetis.
Klaim tersebut sering tidak disertai sertifikasi resmi sehingga menyesatkan konsumen yang mengira produk tersebut benar-benar aman bagi lingkungan.
Cara Mengatasi Greenwashing
Ada sejumlah cara sederhana untuk membantu kamu mengenali dan mengatasi praktik greenwashing sehingga keputusan yang kamu ambil lebih sadar dan bertanggung jawab. Berikut beberapa di antaranya:
- Periksa apakah klaim keberlanjutan didukung sertifikasi resmi yang kredibel.
- Teliti komposisi produk untuk memastikan klaim “alami” atau “eco-friendly” benar adanya.
- Cari ulasan independen atau laporan pihak ketiga untuk memvalidasi klaim hijau suatu produk.
- Hindari produk yang hanya mengandalkan label atau warna hijau tanpa informasi pendukung.
- Cek laporan keberlanjutan perusahaan untuk melihat transparansi praktik produksinya.
Demikian penjelasan mengenai greenwashing, mulai dari pengertian, contoh kasus, hingga cara mengenali atau mengatasinya agar tidak mudah tertipu klaim ramah lingkungan yang menyesatkan.
Memahami praktik greenwashing adalah langkah penting untuk membantu menjaga kelestarian lingkungan dan mendorong perusahaan agar lebih transparan terhadap dampak produksinya.
Jika kamu ingin ikut berkontribusi dalam mendorong praktik bisnis yang lebih transparan dan berkelanjutan, bergabunglah bersama Indonesia Asri dan dukung kampanye #AksiAsri.
Indonesia Asri berkomitmen untuk mengedukasi pemilahan sampah kepada masyarakat. Kontribusi ini ditujukan untuk membantu penanganan permasalahan sampah di Indonesia melalui pemilahan sampah secara tepat agar sampah bisa diolah menggunakan prinsip ekonom sirkular.
Jadi, tunggu apa lagi? Yuk, daftar sekarang dan jadilah Warga Asri yang berperan aktif mendukung praktik bisnis yang benar-benar berkelanjutan demi bumi yang lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan!
Baca juga: Apa Itu Biodiversitas? Kenali Contoh dan Manfaatnya
